AaBb
Tulisan Bagus
Tulisan Bagus – Cerita itu berulang-ulang saya dengar ketika saya kecil. Kakak saya, sepupu saya, bu de saya bercerita tentang hal yang sama.
Pada bulan Juni, sebuah keluarga dengan delapan anak berlibur ke Bali. Mereka berangkat memakai seragam yang dijahit di Modes Widuri, usaha jahit si ibu. Cuma anak nomor 9 yang tidak dibuatkan seragam. Usianya baru 21 hari. Jadi tidak mungkin kan dibuatkan baju dari kain? Lebih dari itu, dia ditinggal di rumah. Bu De Timah, kakak dari ibu, khusus didatangkan dari kampung untuk menjaganya.
Setelah ibunya pergi, si bayi meraung-raung mencari air susu. Bu De kebingungan. Tak ada hal yang bisa dilakukan kecuali menimang-nimangnya dan memberikan susu formula. Tangis si bayi menghilang ketika matanya terpejam kelelahan. Bu De pun ikut tertidur untuk melupakan pegal-pegal di tubuhnya setelah menggendong seharian.
Saat ibunya pulang kembali, bayi itu tidak mengenali susu yang pernah dirindukannya dalam tangis. Dia lebih memilih susu dari botol.
Saya mendengarkan cerita itu dengan berbagai versi. Bu De bercerita dengan nada sedih. Kakak sepuou saya bercerita dengan nada kasihan. Kakak saya dengan penuh ejekan.
Itu adalah cerita tentang diri saya. Saat mendengar itu saya tidak punya rasa sedih atau marah. Begitu juga ketika kakak saya mengejek bahwa saya anak angkat dan bayi kaleng. Saya justru merasa didongengi, dan tidak merasa bahwa yang diceritakan adalah saya.
Dengan peristiwa itu, saya pun menyerap bahwa suatu kejadian dapat diceritakan kembali dengan cara yang menarik. Saya justru berterima kasih ada peristiwa itu, sehingga saya kemudian senang bercerita lewat tulisan. Peristiwa itu pula membentuk diri saya menjadi penulis, dan menjadi awal dari jalan hidup yang saya nikmati.
Latar Belakang Saya Menulis
Situasi Saat Bayi
Seperti saya uraikan di atas, pengalaman luar biasa di saat bayi yang selalu diceritakan oleh orang-orang di sekeliling saya, membuat saya menyerap bahwa dunia ini berisi cerita atau tuturan naratif. Dengan tuturan naratif itu saya meyakini bahwa kata-kata bisa membuat masa lalu menjadi hidup.
Bapak Saya Seorang Penulis
Gambaran mudah tentang bapak saya adalah seseorang yang tak lepas dari mesin ketiknya. Bahkan ketika pergi haji pun ada foto beliau sedang mengetik. Bapak hobi menulis, dan menjadi penulis kolom di beberapa koran milik temannya. Bapak sering memakai situasi di rumah untuk bahan tulisan.
Bapak menerjemahkan cerita Leo Tolstoy dari bahasa Inggris. Cerita yang berkesan untuk saya adalah pertengkaran seorang anak yang membuat orang tua mereka bersitegang. Namun ketika para orang tua masih memendam amarah, kedua anak yang bertengkar sudah bermain kembali.
Setiap hari Minggu Bapak mengajak kami ke toko buku di Blok M atau Mayestik. Kami anak boleh mengambil masing-masing satu buku. Bacaan yang saya pilih biasanya sudah habis saya baca dalam perjalanan dari toko buku ke rumah.
Asupan Saat Kuliah
Kemampuan membaca saya terasah saat saya kuliah di Fakultas Sastra UI. Saya berkenalan dengan sastrawan Inggris dan Amerika, dari masa Inggris kuno hingga modern. Saya menganalisis teks, serta pesan penulis. Hal mendasar yang saya pahami adalah memisahkan nilai-nilai yang saya pahami dengan nilai-nilai yang dimiliki penulis.
Di tahun terakhir masa studi, seorang dosen saya, Ismail Marahimin, mengajarkan saya menulis esai personal. Saya makin percaya diri ketika tulisan saya dipakai sebagai contoh buku penulisan populer yang ditulisnya.
Pak Ismail gembira ketika saya memilih Femina sebagai bidang yang saya masuki usai kuliah.
Profesi
“Jangan minum jamu gagu,” kata seorang psikolog saat mereviu performa saya di masa percobaan di Femina. Saya malu dan menyesali diri karena terlahir tidak dengan kemampuan bicara seperti teman-teman saya.
Untuk pertama kalinya saya merasa takut gagal. Saya yang sejak kecil hidup lurus, bahkan termasuk yang terbaik di kelas, akan mengalami kegagalan pertama dengan tidak lulus masa percobaan. Sangat nista! Apa kata keluarga saya, teman-teman kuliah dan dosen-dosen saya? Untuk pertama kalinya malam-malam saya diisi dengan doa agar saya lulus masa percobaan.
Sangat mudah bagi Allah untuk mengabulkan permintaan saya. Masalahnya, hanya wawasan saya yang kurang tentang kemahiran yang diperlukan dalam menulis.
Ternyata untuk menjadi penulis tidak perlu banyak bicara, tetapi kemampuan berbahasa yang baik. Saya memang bukan reporter yang cemerlang, yang bisa akrab dengan responden. Namun saya dapat menulis dengan “bersih”. Artinya penyuntingan tulisan saya termasuk kategori sangat ringan, kata senior saya.
Saya lulus masa percobaan, dan menjadi bagian dari Femina hingga kurang lebih 15 tahun.
Saya tetap menulis sekalipun sudah tidak menjadi jurnalis. Sebagian tulisan saya unggah di web ini.
Jenis Tulisan Bagus di Web Ini
Narasi Kulineran
Narasi Perjalanan
Narasi Pendidikan
Manfaat Menulis
1
Menulis naratif itu seperti menulis jurnal. Menyenangkan dan dapat menghalau emosi negatif.
2
Saya dapat menata kembali pengalaman di masa lalu.
3
Saya mempunyai dokumentasi atas apa yang sudah pernah saya lakukan.